Mencoba untuk tenang
Menyambung dari ceritaku yang kemarin, tema ini tercetus juga karena sisi diriku yang mensugestikan sisi diriku yang lain untuk mencoba tenang. Siapa yang tidak panik apabila kondisinya seperti itu? Sayangnya dari belasan panitia acara, tidak ada satu pun yang superhero. Semua hanya manusia biasa yang berubah peran menjadi penyelamat kondisi darurat sebuah lokasi penginapan acara.
Satu hal dan hal paling utama yang
harus kami lakukan dalam kondisi seperti ini adalah tenang. Aku pribadi rasanya
sulit menerapkan ini di awal. Merinding, panik, takut, menjadi satu hanya
dengan mengetahui beberapa peserta ada yang terpapar. Belum lagi kaget dan
sedih begitu mengetahui satu dari teman perjuangan harus berjuang lebih
dibanding kami-kami yang masih diberi sehat. Bagaimana caranya aku bisa tenang?
Hari ini, seluruh kegiatan dilaksanakan
secara online. Pagi sampai sore memang dihabiskan di depan layar saja
bagi para peserta, namun tidak bagi panitia yang masih harus tetap bertarung. Bagaimana
dengan peserta yang terpapar? Tentu akan dievakuasi. Bagaimana cara
mengevakuasi mereka kalau bukan kami yang turun tangan? Sayang sekali, pihak
penginapan justru lebih panik daripada kami. Muncul kembali satu pertanyaan
krusial. Apa yang harus kami lakukan selain bersikap tenang?
Kami saling menguatkan. Aku saling
menguatkan setiap bagian dari diriku untuk dapat melalui ini semua. Perlahan-lahan,
tenang menjadi mantra yang berkhasiat. Aku perlahan bisa tenang. Aku perlahan
kembali fokus kepada tugasku sebagai panitia penyelenggara acara. Perlahan-lahan
tertanamkan di diri ini bahwa dengan tenang, semua bisa terlewati.
Tentunya, aku tidak melupakan Yang Di
Atas. Aku memiliki-Nya setiap waktu. Hanya ke sanalah aku memohon pertolongan, hanya
karena-Nya ketenangan itu hadir.
#CeritadiFebruariKe10
Comments
Post a Comment