Nanti Juga Kamu Akan Tahu
“Aku ada dimana?”
Lelaki
itu memalingkan pandangannya dari sisi kiri ke kanan, berulang kali ia melakukannya
sampai ia dapat menemukan jawaban yang dapat memuaskannya. Namun sayang, ia
tidak tahu. Lelaki itu pun sama sekali tidak menemukan seseorang yang dapat
dipertanyakan tentang keberadaannya sekarang.
Lelaki
itu mulai memberanikan diri menyusuri tempat yang sama sekali tidak
diketahuinya itu. Tempat ini belum pernah ia lihat sebelumnya, dan membuatnya
sulit untuk mendeskripsikan tempat ini seperti apa. Rasa takut mulai mencekam
begitu dirinya menemukan sesosok perempuan yang sedang terduduk diam dengan
tatapan lurus ke depan.
“Jangan
takut. Sini, duduk di sebelahku.” Ujar perempuan tersebut sambil menatap lurus
ke depan, tanpa menoleh sedikit pun ke arah lelaki itu yang sedang
terbingung-bingung. Tanpa banyak bicara, lelaki itu memenuhi permintaan
perempuan tersebut.
“Kita
ada dimana?” Ucap lelaki tersebut tanpa mengalihkan pandangannya ke kiri dan
kanan, ia sudah menyerah akan jawaban yang tidak akan ia dapatkan apabila ia
hanya mengandalkan daya ingatnya. Mencoba mengingat-ingat tempatnya berada. Dan
hasilnya pun nihil, ingatannya tidak bisa mengingat tempat apa sebenarnya ini.
Perempuan
tersebut hanya menyimpulkan seulas senyum yang tidak ditujukannya pada lelaki
itu. Tetap saja pandangannya tidak beralih.
Lelaki
itu semakin bingung.
“Kau
sendirian?” Lelaki itu memulai perbincangan sekaligus menghilangkan rasa
takutnya yang tiba-tiba menyerang.
“Sekarang
tidak. Karena ada kamu.”
“Sebelum
ada aku?”
“Tidak
juga, karena aku tahu pasti kamu akan datang.”
“Darimana
kau tahu aku akan datang menghampirimu?”
Perempuan
tersebut terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan lelaki itu, “nanti juga
kamu akan tahu.”
Merasa
tidak puas, lelaki itu terus dan terus bertanya pada perempuan misterius yang
sampai sekarang belum menolehkan pandangan kearahnya.
“Bagaimana
aku bisa mengetahuinya kalau tidak ada yang memberitahu?”
“Aku
bilang, nanti juga kamu akan tahu.”
“Nanti
itu kapan? Besok, lusa, atau sebulan lagi?”
“Tergantung
kamu yang menciptakan ‘nanti’nya.”
“Kok
tergantung aku? Aku sama sekali tidak tahu dimana aku sekarang. Aku sama sekali
tidak tahu siapa kau. Aku sama sekali tidak tahu mengapa aku bisa dipertemukan
dengan perempuan yang penuh misteri sepertimu.”
“Kau
ini. Menanyakan pertanyaan yang jawabannya sudah jelas kamu ketahui. Nanti juga
kamu akan tahu.”
Merasa
tidak menemukan jawaban sesuai keinginannya, lelaki itu mulai agak kesal dengan
cara berbicara perempuan tersebut yang hanya memiliki kosakata
nanti-kamu-juga-akan-tahu itu.
“Apa
kau tidak bisa mengucapkan kata selain nanti-kamu-juga-akan-tahu?” Lelaki
tersebut mulai kesal. Tersirat jelas dari nada bicaranya yang mulai meninggi.
Perempuan tersebut sama sekali tidak menggubris lelaki itu.
“Manusia
kaya akan kosakata. Maka dari itulah, mustahil kalau aku hanya bisa menyebutkan
nanti-kamu-juga-akan-tahu.” Jawabnya masih dengan nada datarnya tanpa menoleh.
“Lalu,
mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?!” Kali ini lelaki itu sedikit berteriak.
Membuat perempuan tersebut tersontak kaget dan tetap pada pendiriannya, tidak
menoleh sama sekali ke arah lelaki yang mulai emosi itu.
“Karena,
nanti juga kamu akan tahu.”
“Sebenernya
kau ini siapa?! Orang gila? Atau kau baru mengetahui kenyataan kalau kau adalah
anak pungut? Atau kau berpura-pura gila agar semua orang yang berbicara
denganmu menjadi gila? Hah?!” Meluaplah emosi lelaki itu yang sedari tadi
dicoba ditahannya. Teriakan sekaligus gertakan tersebut berhasil membuat
perempuan itu menoleh untuk pertama kalinya. Menoleh dengan tatapan sayu,
seakan-akan perempuan itu memiliki beribu macam masalah yang belum
terselesaikan.
Lelaki
itu sama sekali tidak memerdulikan pandangan iba tersebut. Baginya, tidak ada
artinya sorot mata seperti itu apabila menjawab pertanyaan dengan jujur saja ia
tidak mampu. Tidak ada artinya tatapan mata yang menurutnya hanya dibuat-buat,
yang menurutnya hanya untuk menarik perhatiannya, yang menurutnya sama sekali
tak berarti.
“Aku
bukan ketiganya yang kamu maksud. Kamu sama sekali tidak melihat?” Kali ini
perempuan tersebut menolehkan pandangannya kepada lelaki itu. Suaranya yang
tiba-tiba bergetar berhasil meredakan amarah lelaki itu. Lelaki itu pun
membalas tatapan perempuan tersebut yang sedari tadi belum mengalihkan
pandangannya darinya.
“Melihat
apa? Tidak ada yang bisa kulihat selain kau disini.”
“Coba,
kamu tenang. Alihkan terus pandanganmu ke depan. Fokuskan seluruh pandanganmu
ke depan, dan jangan sesekali mengalihkan pandanganmu ke arah lain.” Perempuan tersebut
tetap mengeluarkan suara yang gemetar. Membuat lelaki tersebut semakin
penasaran dengan apa yang sebenarnya dimaksud perempuan tersebut. Lelaki itu
merasa pertanyaannya perlahan mulai terjawab.
“Itu…
itu mobilku. Ada apa sebenarnya yang terjadi? Ada apa?!” Lelaki itu terdengar
panik. Ditatapnya perempuan yang berada disampingnya tersebut—berharap ada
jawaban yang di dapat.
“Itu
aku. Itu aku yang berada tepat di bawah kolong mobilmu. Itu aku yang sudah
berlumuran darah di sekujur badanku dan juga telingaku,” perempuan tersebut
berhenti berbicara begitu tangisnya tak bisa ia bendung, “dan itu kamu.”
Perempuan tersebut menutup mulutnya sambil menangis.
Lelaki
itu sama sekali tak bereaksi. Matanya masih terfokus pada sesosok yang
diberitahu perempuan tersebut kalau itu dirinya. Lelaki itu menutup mulutnya
dengan sebelah tangan, matanya membulat tidak percaya. Lelaki itu sama sekali
tidak mengenali sosok yang sedang ia amati saat itu.
“Itu
kamu. Kamu mungkin tidak mengenalinya, tapi itu kamu. Kamu terpental beberapa
meter dan sebuah truk melindasmu tepat di bagian kepala. Itu kamu, dengan
bentuk kepala yang sudah hancur berantakan, bahkan organ-organnya pun sama
sekali tak terlihat,” perempuan itu menangis sejadi-jadinya.
“Jadi…
jadi sepanjang obrolan tadi, kau sedang menyaksikan semua ini?”
Perempuan
tersebut mengangguk pelan, “aku sampai bingung mengapa kamu tidak menyadarinya
sama sekali.”
“Aku
tidak bermimpi, kan? Kau tokoh dalam mimpiku, kan?” Ujar lelaki itu seakan
tidak percaya.
Perempuan
tersebut menggeleng cepat sambil terus menangis.
“Aku…
aku tidak kuat melihat diriku sendiri. Kau tahu mengapa ini semua bisa
terjadi?”
“Saat
itu, kau sedang mabuk. Dan… oh, tidak! Aku harus bersiap-siap. Semoga nanti
kita bertemu lagi setelah ini. Akan kuceritakan semuanya padamu,” perempuan
tersebut menyeka air matanya begitu melihat sesosok makhluk yang berjalan pelan
menghampirinya dan lelaki itu.
“Mabuk?
Bersiap-siap? Untuk apa? Hey, kau belum menceritakan semuanya!”
“Kita
akan diberikan beberapa pertanyaan. Kau harus bersiap-siap! Tapi, aku ragu
kalau kita akan bertemu lagi. Untuk melihat hal tadi saja, kamu baru
menyadarinya setelah aku yang memberi petunjuk,” terdengar nada kecewa dari
perempuan tersebut yang sekarang tidak berani menatap mata lelaki yang bingung
bukan kepalang itu.
“Pertanyaan?
Untuk apa? Ah, sebenarnya kita ada dimana? Kita akan di bawa ke suatu tempat?
Kumohon, tetaplah bersamaku disini. Aku sendirian. Tidak ada orang tuaku,
bahkan adik kecilku,” lelaki itu mulai menangis. Panik. Tidak pernah sebelumnya
ia merasa sepanik ini tanpa kedua orang tua dan adik kecil yang sangat ia
sayangi.
Perempuan
tersebut perlahan mulai tenang. Ia memejamkan matanya sejenak, dan membukanya
kembali sambil mengembangkan senyumnya yang terlihat manis, “bersiap-siaplah.”
“Kalau
begitu, siapa dia yang sedang berjalan menghampiri kita?” Lelaki itu sama
sekali belum tenang.
Masih dengan
senyum manisnya perempuan tersebut memberitahu,
“nanti juga kamu akan tahu.”
***
Comments
Post a Comment