Rumah Satu Bulanku
Sebelum Mengenal Kuliah Kerja Nyata
Jujur
saja, kalau boleh bertaruh mengenai mahasiswa yang memiliki pertanyaan besar
tentang “mengapa sebagai mahasiswa Hubungan Internasional saya harus
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di saat apa yang selama saya pelajari tidak
membahas pelajaran dalam negeri?”, itu adalah saya. Saya memutar otak
berkali-kali mengenai hal ini, mengenai mengapa saya harus melakukan ini di
saat masih ada fakultas yang lebih pantas untuk melaksanakannya namun tidak
melaksanakan. Selain berpacu kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga,
saya serta mahasiswa Hubungan Internasional lainnya tidak memiliki alasan yang
lebih masuk akal untuk tidak melaksanakan Kuliah Kerja Nyata. Karena ini semua
sudah terjadi, saya harus menerima dan menghadapi kenyataan bahwa dalam
beberapa bulan ke depan, saya harus meninggalkan rumah tante saya untuk
bermukim di suatu desa bersama orang-orang yang belum pernah saya jumpai
sebelumnya selama sebulan.
Sampailah
di bulan Mei ketika pembagian kelompok KKN, saya berada di kelompok 39 dengan
jumlah anggota 17. Saya membaca satu per satu nama yang tertera dan bagus
sekali, tidak ada yang saya kenal. Namun, saya mendapat pencerahan begitu
melihat ada mahasiswa yang berasal dari “FISIP” yang mana tak lain tak bukan
adalah teman sefakultas saya. Tanpa berpikir panjang saya langsung menghubungi
dia dan memberitahu bahwa saya dan dia berada di kelompok yang sama. Namanya
adalah Misbah, mahasiswa Program Studi Sosiologi. Misbah adalah anggota KKN
pertama yang saya kenal dan menjadi salah satu teman paling pengertian selama
KKN berlangsung. Mengenai 15 anggota lainnya, saya mengenalnya melalui
perkenalan di group chat Whatsapp dan
pertemuan pertama KKN yang sebagian besar datang.
Di
bulan yang sama, diumumkanlah lokasi KKN seluruh kelompok. Lokasi KKN terbagi
menjadi tiga, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan.
Kelompok saya mendapatkan lokasi di Desa Rancagong, Kabupaten Tangerang. Rasa
syukur yang mendalam saya rasakan dikarenakan Kabupaten Tangerang tidaklah
begitu jauh, tidak dibandingkan Kabupaten Bogor. Saya lebih bersyukur lagi
begitu mengetahui bahwa salah satu anggota kelompok saya, Bella, rumahnya tidak
jauh dari tempat lokasi. Hanya 15 menit perjalanan menggunakan motor. Tidak ada
yang lebih bahagia dibanding mendengar kabar baik ini. Ini juga yang membuat
keantusiasan saya mengenai KKN menjadi sedikit meningkat.
Setelah
mendapatkan pembekalan KKN yang dilaksanakan tepat di hari ulang tahun saya, 22
Mei 2017, dalam jangka waktu dekat kelompok saya akan mengadakan survey pertama ke lokasi KKN. Banyak
sekali hal yang saya pikirkan mengenai lokasi KKN, hal-hal yang mengkhawatirkan
lebih tepatnya. Saya sempat bertanya kepada beberapa senior yang sudah lebih
dulu melaksanakan KKN, ada yang desanya tidak memiliki air bersih sehingga air
sangat terasa asin. Ada pula yang tidak mendapatkan sinyal dikarenakan
lokasinya yang terlalu “terpencil”. Hal-hal yang seperti itu langsung
terpikirkan di benak pikiran saya. Bagaimana rasanya menjalani hari-hari tanpa
air bersih dan juga sinyal? Ditambah lagi, setiap kelompok harus mengirimkan
laporan mingguan setiap minggunya. Walaupun pihak PPM mengizinkan untuk
dikirimkannya setelah pulang, namun tetap saja, hidup tanpa sinyal di zaman
sekarang bagaikan hidup di zaman batu—perumpamaannya.
Dalam
survey pertama, ada sebanyak 11 orang
yang melaksanakan survey. Dengan baik
hatinya, salah satu anggota kelompok KKN saya, Hawa, meminjamkan mobilnya untuk
digunakan saat survey sedangkan
dirinya tidak ikut dikarenakan ada urusan lain. Sesuai rencana, para perempuan menggunakan
mobil dengan dua laki-laki sebagai supir dan salah satu menumpang (dikarenakan
sedang tidak enak badan), sedangkan sisa laki-lakinya menggunakan motor.
Survey pertama kelompok KKN Galaksi 39
mengalami beberapa kendala. Hal yang paling fatal adalah teman-temana mengadakan
survey di hari libur di saat tidak
ada aparat desa yang berada di Kantor Desa sehingga teman-teman memutuskan
untuk mengunjungi langsung rumah Kepala Desa. Begitu rombongan survey menuju rumah beliau, kelompok KKN
Galaksi 39 juga mendapatkan sambutan kurang mengenakan dikarenakan istri beliau
tidak menyarankan saya dan kelompok untuk berkunjung di hari libur. Tapi apalah
daya, nasi telah menjadi bubur. Beruntunglah saya dan kelompok karena Pak Kades
masih bersedia untuk menemui saya dan anggota kelompok lainnya.
Setelah
bertemu dengan Pak Kades, banyak hal yang membuat saya terkejut dan menjadi
beban tersediri terutama bagi saya pribadi yang akan menjalani KKN di tempat
ini. Perlu diketahui bahwa pada pertemuan pertama tersebut, Pak Kades
benar-benar menceritakan apa yang telah terjadi di desa ini sebelum kelompok
KKN Galaksi 39 datang. Lebih tepatnya, apa yang terjadi ketika ada mahasiswa
KKN lain yang berasal dari universitas lain. Kebanyakan dari cerita beliau
tidak terkesan menyenangkan.
Salah satunya
adalah pada saat hari penutupan KKN. Dengan penuh kekecewaan, Pak Kades
menceritakan bahwa para mahasiswa tersebut tidak bertanggung jawab atas apa
yang telah mereka lakukan. Mereka melakukan perpisahan tersebut di lapangan
dengan jumlah penonton yang lumayan banyak pada malam itu, sekitar 80 orang
dengan tambahan kursi-kursi yang disusun rapi. Setelah acara usai, tidak satu
pun dari mereka berinisiatif untuk membersihkan lapangan tersebut di saat
banyak sekali sampah yang berserakan dan juga kursi yang belum dikembalikan ke
Aula Kantor Desa. Pak Kades lah yang pada akhirnya membersihkan semuanya
dibantu dengan beberapa pekerja di Kantor Desa. Itu merupakan suatu peringatan
bagi saya pribadi untuk tidak meninggalkan tanggung jawab sekecil apa pun. Saya
sedang tidak berada di rumah saya, tapi saya akan berada di tempat tinggal lain
yang dalam sebulan ke depan akan menerima perubahan yang saya dan 16 teman saya
lakukan untuk menjadikan tempat tersebut menjadi lebih baik. Tentunya dengan
perbuatan serta tanggung jawab yang akan saya dan kelompok jaga.
Kuliah Kerja
Nyata. Setelah menjalani KKN dari tanggal 25 Juli sampai 25 Agustus, saya
menemukan beberapa makna lain dari KKN selain Kuliah Kerja Nyata. Ternyata
tidak semuanya seburuk yang selama ini saya bayangkan. Saya menemukan makna Kuliah Kerja Nanam, di saat program
kerja “Pembudidayaan Tanaman” terlaksana. Selain itu, saya juga mendapatkan Kuliah Kerja Ngajar dikarenakan program
kerja “Mengajar di Sekolah”, lalu Kuliah
Kerja Nonton juga didapat saat beberapa anak termasuk saya nonton bersama
di ruang tengah dengan proyektor beserta layarnya. Kuliah Kerja Nunggu juga saya dan kelompok dapatkan di saat harus
menunggu dana dari PPM untuk turun. Bahkan Kuliah
Kerja Ngapain ya juga saya dan kelompok rasakan di minggu pertama KKN, saat
belum ada kegiatan yang dapat dilaksanakan. Setelah KKN terlaksana, saya
belajar satu hal bahwa tidak selamanya sesuatu yang tidak berhubungan dengan
diri saya tidak akan berguna bagi kehidupan saya. Justru sesuatu yang baru
tersebut memberikan warna, kesan, bahkan pelajaran baru bagi diri saya.
Kebanggaanku, Galaksi 39
Galaksi
39, yang merupakan nama dari kelompok KKN 039 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2017, memiliki 17 anggota dari berbagai macam bagiannya. Pertama, tidak lain
tidak bukan adalah jajaran Bahan Pengurus Harian, yakni Elfar sebagai ketua
kelompok, Alice sebagai wakil kelompok, saya sendiri sebagai sekretaris I, Ara
sebagai sekretaris II, Bella sebagai bendahara I dan Zahra sebagai bendahara
II. Selanjutnya ada Iqbal sebagai koordinator divisi acara dengan Nindy, Alice
dan saya sebagai anggotanya. Ada pula Andi sebagai koordinator divisi publikasi
dan dokumentasi dengan Hawa sebagai anggotanya. Tidak lupa ada Hadi sebagai
koordinator divisi perlengkapan dengan Nabil, Aziz dan Farhan sebagai
anggotanya. Lalu ada Misbah sebagai koordinator divisi hubungan masyarakat
dengan Elfar dan Hilman sebagai anggotanya. Terakhir, ada Zahra sebagai
koordinator divisi kesehatan dan Ara sebagai anggotanya.
Sebelum
KKN berlangsung, sudah pasti setiap kelompok KKN mengadakan perkumpulan untuk
membahas perihal persiapan KKN, begitu pula dengan Galaksi 39. Saya dan
kelompok sudah mengadakan beberapa kali perkumpulan, beberapa kali survey, sampai hal di luar KKN saya dan
kelompok tetap lakukan demi menjalin hubungan agar menjadi lebih mengenal satu
sama lainnya, yakni saat bulan Ramadhan saya dan kelompok mengadakan buka puasa
bersama di Serba Sambal Bintaro. Dimulai dari situ lah saya merasa bahwa saya
memiliki kelompok yang sesuai dengan keinginan saya, yaitu kompak dan mudah
berbaur ke sesama.
Selama
KKN berlangsung, perlahan-lahan saya mulai mengetahui sifat-sifat masing-masing
anggota, baik itu sifat baik bahkan sampai sifat buruknya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap masing-masing anggota memiliki sifat buruk yang dapat
berimplikasi pada kegiatan kelompok sendiri pada saat itu. Jujur saja, saya
pribadi pernah merasa bahwa saya tidak berkontribusi akan suatu kegiatan
dikarenakan saya menjalankan kepentingan pribadi saya. Saya juga pernah merasa
kesal dengan beberapa anggota kelompok saya karena suatu hal. Namun,
kebersamaan lebih penting dibanding keegoisan. Saya tidak terlalu ambil pusing
akan itu semua karena ada hal yang lebih penting yang harus saya dan kelompok
saya laksanakan, yakni tanggung jawab dari setiap program kerja yang harus
dilaksanakan.
Tidak
hanya satu dua orang yang pernah merasa saling jengkel, saya yakin semua orang
pernah mengalaminya. Namun, yang hebat dari Galaksi 39 adalah setiap anggota
dapat bersikap dewasa untuk tidak mementingkan ego mereka masing-masing dan
dapat melaksanakan seluruh kegiatan tanpa adanya perselisihan yang membuat
suatu program kerja tidak terlaksana. Masing-masing anggota dapat menyelesaikan
permasalahan dengan baik, dengan cara membuka pembicaraan di malam hari setiap
harinya membahas apa yang telah terjadi dalam satu hari penuh, termasuk segala
masalah yang ada di dalamnya. Jadi, walaupun ada yang sempat berseteru entah
secara diam-diam atau terang-terangan, semua dapat diselesaikan di dalam forum
dan tidak ada lagi perselisihan di luar forum.
Selain
kompak dan mudah berbaur seperti yang saya ucapkan di awal, ternyata rasa setia
kawan antaranggota semakin terlihat selama KKN berlangsung dan saya sangat
merasakannya sendiri. Pada saat itu, kelompok KKN Galaksi 39 sedang menjalani
dua kegiatan sekaligus, yaitu Bazar Baju Murah dan Merenovasi Pos Kamling. Bazar
baju murah diadakan di posko KKN sedangkan pos kamling tersebar ke dua tempat.
Semua orang tahu bahwa pekerjaan fisik sangatlah melelahkan, begitu pula
pekerjaan merenovasi pos kamling. Maka dari itu, para anggota KKN yang berada
di posko—menjalankan program kerja baazar baju murah—berinisiatif untuk
memberikan minuman segar kepada anggota KKN lainnya yang sedang menjalankan
program kerja baazar baju murah.
Bukan
sekedar memberikan, saya kaget begitu melihat Bella sudah membawa perlengkapan
untuk membuat minuman sirup dengan porsi yang banyak. Saya baru menyadari bahwa
minuman tersebut tidaklah dibuat dari rumah atau sudah dalam bentuk jadi, namun
minuman tersebut akan dibuat di tempat sehingga masih terasa dingin dan segar.
Benar saja, begitu saya dan Bella sampai di pos kamling pertama, saya membantu
Bella membuatkan minuman tersebut. Karena masih ada sisa, saya, Bella dan Hawa
berangkat menuju pos kamling kedua dan membuatkan kembali minuman tersebut agar
mereka tidak kehabisan dan dapat menutupi rasa haus yang sangat mendalam mereka
rasakan saat bekerja. Kejadian ini lah yang saya pikir tidak dapat saya lakukan
dimana pun kecuali pada saat KKN. Selain itu, saya yakin tidak ada kelompok KKN
lain yang melakukan hal yang agak merepotkan namun sangat berarti tersebut.
Saya
pernah bertanya kepada para anggota KKN mengenai kekurangan kelompok dan Alice
dan Farhan menjawab dengan jawaban yang sama, kelompok KKN Galaksi 39 tidak ada
kekurangannya. Namun, saya berpikir. Tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu
pula dengan kelompok KKN Galaksi 39. Saya teringat akan suatu kejadian yang
membuat perselisihan lumayan besar antara laki-laki dan perempuan Galaksi 39.
Kejadian ini diluar dari program kerja atau kegiatan KKN, namun terjadi di
antara anggota KKN Galaksi 39. Mungkin masalahnya terlihat sepele, namun
apabila dilanjutkan terus menerus seperti itu akan merusakan kerja sama (teamwork) antaranggota ke depannya.
Semua
bermula dari suatu wacana yang dibicarakan oleh Farhan, Aziz, Iqbal dan Hadi
bahwa mereka ingin berlibur ke suatu tempat melihat banyak anggota kelompok KKN
lainnya berlibur ke tempat yang lokasinya tidak jauh dari lokasi KKN mereka.
Lalu, tercetuslah ide untuk berlibur ke tempat tersebut khusus untuk
laki-lakinya saja, mengingat bahwa tidak banyak kendaraan yang ada di posko.
Lalu pada hari Minggu, 6 Agustus 2017 para laki-laki semua pergi ke Telaga
Warna tanpa memberitahu perempuan sebelumnya bahwa mereka akan pergi
berdelapan. Dari situ lah meletusnya konflik di antara perempuan dan laki-laki
untuk pertama kalinya. Konflik yang cukup besar dikarenakan pada saat malam
hari, salah satu anggota ada yang sampai mengeluarkan air mata saking
kecewanya.
Dari
kejadian tersebut, saya menyadari bahwa sangat penting adanya komunikasi
terlebih dahulu akan hal apa pun, baik yang berhubungan dengan kegiatan KKN
atau pun tidak. Andai kata pada saat itu para laki-laki berbicara terlebih
dahulu terhadap para perempuan bahwa mereka akan pergi ke suatu tempat hanya
untuk jalan-jalan, tanpa maksud apa pun. Walaupun ada sebersit rasa kecewa
karena tidak dapat ikut, namun para perempuan akan mengizinkannya dikarenakan
alasan logis tersebut, tidak cukupnya jumlah kendaraan. Namun, yang membuat
konflik ini menjadi besar dikarenakan adanya miskomunikasi antaranggota. Di
sisi lain, para perempuan merasa bahwa mereka telah dibohongi dan merasa tidak
dianggap karena tidak diberitahu perihal ini. Sedangkan para laki-laki merasa bahwa
mereka tidak melakukan kesalahan besar, mereka hanya tidak memberitahu hal yang
menurut mereka bukan masalah yang besar. Karena konflik ini pula, baik
perempuan maupun laki-laki, semuanya belajar akan suatu hal yang penting, yaitu
komunikasi.
Sedikit
cerita tambahan di antara anggota kelompok KKN, saya pribadi menjadi salah satu
korban dari KKN (Kali-kali Nyangkut).
Istilah tersebut sudah terkenal di kalangan mahasiswa dan istilah tersebut
bukan sekedar istilah, memang benar kenyataannya. Pada saat KKN berlangsung,
saya bertemu dengan seseorang yang memiliki pola pikir berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Berawal dari rasa kagum tersebut, dengan kondisi saya yang selalu bertemu
dengan laki-laki itu selama sebulan, membuat saya memiliki perasaan yang lebih
dari sekedar kagum. Hal yang menariknya lagi adalah laki-laki itu juga
menyatakan hal yang sama, bahkan sebelum saya menyadari perasaan saya sendiri.
Halo, Desa Rancagong!
Pertama
kali saya menjajakkan kaki di Desa Rancagong adalah pada saat survey pertama yang dilakukan pada
tanggal 1 Juni 2017. Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu
panjang—sekitar 1 jam 30 menit—akhirnya saya dapat berada di lokasi KKN saya
ini. Pertama kali sampai ke daerah desa, saya tidak heran. Diawali dengan jalan
yang sempit dan tidak rata, ditambah dengan debu yang sangat tebal membuat saya
menyadari bahwa sebentar lagi saya akan sampai ke lokasi. Namun, begitu sudah
bertemu dengan sawah yang berada di kanan kiri saya, saya yakin bahwa saya
sudah sampai di tempat tujuan. Panas terik juga tidak dapat membohongi para
pendatang seperti saya di sana. Belum lagi, pada saat itu adalah bulan Ramadhan
sehingga tidak akan ada adegan para tamu yang disuguhi makanan oleh tuan rumah,
begitu pula minuman.
Pada
survey pertama yang saya dan kelompok
saya lakukan, saya belum terlalu mengenal warga desa karena keterbatasan waktu
saya dan kelompok di sana. Tidak banyak interaksi yang terjadi antara kelompok
dan warga. Berhubung saya tidak sepenuhnya ikut dalam melakukan survey, namun pada hari pembukaan yang
dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2017, saya melakukan beberapa interaksi
dengan warga. Begitu melihat saya dan teman-teman menggunakan jas almamater,
mereka memperhatikan dengan sangat antusias dan mengangguk paham ketika saya
dan teman-teman memperkenalkan diri sebagai mahasiswa KKN.
Mereka
sangat ramah. Selalu tersenyum saat disapa dan selalu menyapa apabila saling
bertatap muka. Bahasa sehari-hari mereka adalah Bahasa Sunda walaupun
penggunaannya agak kasar, namun mereka tetap pengguna Bahasa Indonesia yang
baik. Selain para warga, saya juga merasakan curahan kebaikan dari Pak Samsudin,
Sekretaris Desa. Dimulai dari melayani kelompok saya pada saat mengisi formulir
pemetaan desa, tidak henti-hentinya diwawancara mengenai hal-hal yang masih
belum tercapai di desa, memperkenalkan kelompok saya ke Kepala RW setempat,
sampai mencarikan tempat tinggal sesuai dengan kemauan kelompok saya dan beliau
berhasil menemukannya. Apabila saya boleh berpendapat, Pak Sekretaris Desa
adalah orang yang paling berjasa dalam membantu kelompok KKN Galaksi 39.
Setelah
menetap di desa beberapa hari, ternyata tidak semua sifat masyarakat Desa
Rancagong seperti yang telah saya jabarkan di atas tadi. Saya mendapati salah
satu warga yang memiliki sifat keterbalikan dengan warga lainnya, yang mana
beliau merupakan tetangga kelompok saya sendiri. Beliau selalu berkomentar akan
apa yang saya dan teman-teman lakukan, terutama dalam hal bakar sampah. Beliau
menilai bahwa saya dan teman-teman tidak dapat membakar sampah dengan baik
dikarenakan hasilnya berantakan. Padahal, yang membuat berantakan sampah-sampah
tersebut adalah ayam-ayam yang memakan sampah basah yang tidak terbakar. Guna
menghindari perselisihan lebih lanjut, akhirnya teman-teman saya memutuskan
untuk membeli tong sampah besi agar dijadikan tempat bakar sampah. Setelah itu,
beliau tidak pernah berkomentar atau berinteraksi dengan saya dan teman-teman
lagi.
Ada 15 program kerja yang terlaksana di Desa Rancagong.
Walaupun tidak sesuai rencana di proposal—yang seharusnya ada 18, namun
semuanya dapat berjalan dengan lancar dan semuanya mendapatkan respon yang
positif dari warga setempat. Karena program-program kerja itu lah yang
membuat kelompok saya dan warga desa menjalin kebersamaan seperti keluarga.
Kelompok saya menempati rumah di RT 03 RW 06 sedangkan wilayah tempat dilaksanakannya
KKN adalah Dusun III, yang terdiri dari
RT 01 RW 05, RT 02 RW 05, RT 01 RW 06 dan RT 03 RW 06. Bersama warga-warga yang
ada di lingkungan tersebut lah saya dan anggota kelompok lainnya
bersosialisasi, beramah tamah, berbincang-bincang, bahkan makan-makan bersama.
Terlepas
dari program kerja yang harus saya laksanakan sebagai mahasiswa KKN, terlepas
dari apa yang menjadi tanggung jawab saya sehingga saya harus berada di desa
ini selama sebulan, saya mendapatkan momen berharga yang mungkin tidak dapat
saya dapatkan apabila saya tidak berada di desa ini. Makan bersama tersebut
adalah momen yang menunjukkan kedekatan antara kelompok saya dan warga desa.
Diinisasi oleh anggota Karang Taruna yang ternyata tidak semuanya anak
muda—bahkan ada yang sudah berkeluarga—saya dan kelompok telah melaksanakan acara makan bersama (ngeliwet) sebanyak dua kali. Saya pribadi jarang sekali makan
nasi liwet di Ciputat atau Cikarang, rumah saya. Jarang sekali makan nasi liwet
apabila saya tidak membelinya atau meminta mama untuk memasakkannya. Maka dari
itu, mendapatkan kesempatan untuk makan nasi liwet secara gratis tidak akan
saya sia-siakan.
Bukan
makan bersama namanya apabila hanya satu pihak yang menyediakan. Tidak hanya anggota Karang
Tarunanya saja yang menyiapkan segala perlengkapan, namun pihak anggota KKN pun
turut ikut andil dalam persiapan. Seperti saya, walaupun tidak sering bahkan tidak
lama, saya sempat membantu memasak ikan walaupun diiringi dengan kekhawatiran
salah satu anggota Karang Taruna yang prihatin melihat saya yang takut memasak ikan. Selain itu,
teman-teman perempuan saya semuanya membantu. Ada yang mengupas bawang beserta
sayuran lainnya, memasak ikan seperti yang saya dan Alice lakukan, sampai
mengulak sambal pun diserahkan kepada pihak anggota KKN. Sisanya berperan
sebagai penghibur. Para perempuan bekerja diiringi dengan melodi gitar yang
dimainkan oleh salah satu anggota Karang Taruna dan para lelaki yang menjadi
vokalisnya. Kala itu, di malam hari, sungguh merupakan salah satu momen berharga antara
saya, kelompok saya dan juga warga desa.
Selain
itu, warga desa yang juga memberikan kesan menarik bagi saya adalah murid-murid
saya. Mereka adalah anak-anak murid SDN 01 Rancagong. Saya sempat mengajar selama dua minggu dan dalam waktu
yang singkat tersebut, murid-murid sudah mendapatkan hati saya sebagai
mahasiswa yang notabene-nya adalah
bukan guru. Beberapa dari mereka menunjukkan rasa sukanya terhadap saya dengan cara menyapa
saya setiap saya lewat dihadapannya atau bahkan menyatakannya sendiri bahwa
mereka menyukai saya. Saya terpaku pada awalnya, ternyata ada yang benar-benar
menyukai saya di saat pada dasarnya, saya tidak terlalu suka mengajar anak yang
masih kecil. Namun, perasaan saya yang satu itu seketika berubah mengetahui
bahwa banyak dari mereka yang menyukai saya apa adanya. Menyukai saya sebagai
guru dan juga kakak mereka. Dengan begitu, saya akan memperbaiki diri dan
mencoba untuk menyukai segala profesi termasuk mengajar, yang ternyata sulit diterapkan pada anak-anak kelas 4 SD.
Mengajar
tidak semudah yang dibayangkan. Saya sendiri pernah mengesampingkan pekerjaan
“mengajar” dikarenakan ketidaktahuan saya bahwa mengajar itu butuh kesabaran
dan ketabahan yang cukup tinggi. Namun, setelah merasakan bagaimana rasanya
mengajar baik mengajar di sekolah maupun mengajar mengaji, saya mendapati bahwa
ada yang lebih penting dibanding memikirkan diri sendiri, yakni memikirkan
bagaimana caranya membuat orang lain dapat menuruti kemauanmu di saat ada masanya orang lain
tersebut tidak ingin menuruti apa katamu.
Saya merasakan
sendiri bagaimana sulitnya membuat anak-anak fokus terhadap pelajaran di saat mereka tidak menyukai
pelajaran tersebut. Sebut saja Bahasa Inggris, mata pelajaran yang saya ajar.
Banyak murid yang sulit mengerti Bahasa Inggris. Namun, saya memiliki metode lain. Apabila ingin membuat
anak tersebut memperhatikan saya, saya harus mencari perhatian kepada mereka.
Akhirnya, saya membuang rasa malu saya dengan bernyanyi di depan
kelas—mencontohkan salah satu lagu anak-anak terkenal berbahasa Inggris, tidak
lupa dengan gerakannya. Setelah saya bernyanyi dan juga bergerak sesuai
instruksi lagu, murid-murid mulai memperhatikan saya dan semuanya mengikuti.
Bahkan saya memberikan hukuman apabila mereka tidak sesuai dengan instruksi
lagu. Setelah itu, mereka kembali dapat belajar dengan fokus setelah diberikan
sesuatu yang dapat meringankan otak mereka sejenak dari penatnya belajar.
Selain
kedekatan kelompok KKN dengan warga-warga sekitar, kedekatan tersebut berlanjut
sampai ke tahap Aparat Desa. Selain Pak Samsudin yang telah diceritakan, Pak Jaro atau Pak Kepala
Dusun dan juga istri dapat dikatakan dekat dengan para anggota KKN. Sebagai
buktinya, Bu Jaro meminta bantuan anggota KKN perempuan untuk membantunya
membungkus hadiah-hadiah perlombaan 17 Agustus di saat tidak ada Karang Taruna
perempuan yang membantu Bu Jaro. Selain itu, baik Pak Jaro dan juga Bu Jaro
membuka pembicaraan mengenai putrinya yang sudah wafat. Ternyata, almarhumah wafat pada umur 21 tahun di
saat ingin melaksanakan PKL di Yogyakarta. Kehadiran mahasiswa KKN di wilayah
Dusun III membuat Pak Jaro dan Bu Jaro kembali mengingat putrinya yang sekarang
usianya setahun lebih tua dibanding saya dan teman-teman. Bahkan Pak Jaro
sempat mengeluarkan air mata mengingat keberadaan putrinya yang sekarang tidak
lagi berada di sisinya. Suatu kehormatan bagi saya dan
kelompok saya untuk mengetahui cerita yang dapat
dibilang bersifat pribadi ini. Pak Jaro dan Bu Jaro tanpa hentinya berterima
kasih kepada seluruh mahasiswa KKN atas jasa dan kesediannya berada di desa
selama satu bulan.
Dalam waktu
sebulan, saya mendapatkan banyak pelajaran berada di wilayah orang lain. Saya
menjadi lebih mandiri dengan kondisi yang harus mencuci baju setiap dua hari
sekali tanpa mesin cuci, belum lagi cuaca yang tidak dapat diprediksi sehingga
tidak semua baju dapat kering dalam satu hari. Saya juga mendapatkan ilmu baru,
yakni memasak. Saya adalah pribadi yang jarak sekali menapakkan kaki ke dapur
selain mengambil makanan. Dengan adanya piket masak, saya mendapatkan ilmu-ilmu memasak yang
jarang sekali saya dapatkan di rumah.
Selain itu,
saya juga menjadi lebih menghargai sesuatu. Saya tidak mau membuang-buang
makanan, saya tidak mau bersikap cuek kepada anak-anak, saya juga tidak mau
membuat teman serumah saya kecewa akan satu hal karena tidak saling menghargai.
Saya juga belajar untuk tidak sering mengeluh. Hampir seluruh anak-anak SD berjalan kaki menuju rumah mereka
masing-masing baik berangkat maupun pulang, tanpa mengenal panasnya terik matahari pada siang hari. Saya
yang tadinya kemana-mana harus menggunakan motor karena tidak tahan akan
panasnya, mulai mencoba untuk berjalan bersama anak-anak sehabis mengajar
walaupun saya benar-benar merasakan lelah dan panasnya berjalan kaki dari
sekolah menuju posko KKN. Terakhir, saya beruntung memiliki “rumah satu bulan”
di Desa Rancagong.
Saya Sebagai Warga Desa Rancagong
Apabila
saya dapat melaksanakan sesuatu yang belum sempat saya laksanakan dalam program
kerja, saya ingin sekali mengadakan sosialisasi mengenai beasiswa perkuliahan.
Seperti yang dikatakan oleh Dosen Pembimbing KKN Galaksi 39, Pak Desmadi,
penting untuk mengadakan sosialisasi mengenai beasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengingat
banyaknya dari mereka yang tidak menempuh jenjang perkuliahan karena
keterbatasan biaya. Saya ingin memberitahu anak-anak bahwa pentingnya menempuh
pendidikan di zaman sekarang, yang nantinya akan mempermudah mereka dalam mencari pekerjaan dan memiliki tujuan
masa depan yang jelas. Saya juga ingin anak-anak tidak saja berhenti sampai di
tingkat menengah, mereka harus mencapai tingkat “tinggi” untuk mencapai cita-cita mereka
yang sangat beragam.
Mungkin
beberapa kebutuhan desa sudah ada yang terpenuhi, terutama fasilitas desa yang
beberapa jumlahnya dimasukkan ke dalam program kerja dan berhasil terlaksana. Namun, berbicara
mengenai pendidikan, ini lah yang ingin saya lakukan demi memajukan kualitas
sumber daya manusia yang ada di Desa Rancagong. Pendidikan memang tidak
membutuhkan dana yang sedikit, namun selagi setiap universitas menyediakan
fasilitas bagi masyarakat yang kurang mampu, itu tidak menjadi penghalang bagi
anak-anak Desa Rancagong untuk melanjutkan jenjang pendidikan mereka selain 12
tahun wajib sekolah. Semoga keinginan saya dapat diwujudkan oleh kelompok KKN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selanjutnya atau siapa pun yang sudah mengetahuinya
bahwa Desa Rancagong membutuhkan perhatian dalam hal pendidikan guna memperdayakan
sumber daya manusianya.
Comments
Post a Comment