Apa itu bisa disebut sebagai teman?

Yang namanya makhluk sosial, tidak akan bisa hidup tanpa melakukan aktivitas sosial. Bersosialisasi adalah salah satunya, salah satu cara makhluk sosial untuk bertahan hidup. Dengan bersosialisasi, tentunya akan tercipta interaksi-interaksi yang nantinya membentuk sebuah relasi. Relasi yang dibuat oleh makhluk sosial akan memberikan dampak kepada pemberian status kepada makhluk sosial lainnya, salah satu statusnya adalah “teman”.

Kira-kira, kapan kamu bisa menyebut seseorang sebagai temanmu? Apakah kamu punya tolak ukur?

Kalau aku sendiri, begitu aku mengenalnya dan memiliki interaksi yang cukup intensif, aku akan mengatakannya sebagai teman. Walaupun terpisahkan jarak dan (mungkin) belum pernah melihat wajahnya karena berteman dari media sosial, tetap aja mereka adalah temanku. Aku menilai seorang teman dari intensitas interaksi yang tercipta tanpa memandang hal-hal lainnya. Kalau definisi aku diadopsi oleh banyak orang, maka orang-orang tersebut dapat dikatakan banyak memiliki teman. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang merasa bahwa mereka memiliki teman yang banyak.

Dan perasaan itu amat sangat wajar.

Sekarang, perkenankan aku untuk menceritakan contoh kasus yang aku alami sendiri. Januari kemarin, aku baru saja memutus pertemanan dengan seseorang yang ternyata selama ini tidak pernah menganggapku sebagai teman. Kami memiliki intensitas yang amat kuat. Saling menceritakan kisah masing-masing serta berbagi pendapat, walaupun (mantan) temanku itu yang lebih banyak melontarkan saran dibanding aku yang hanya bisa merespons dan berkomentar (karena katanya dia tidak membutuhkan saran apapun. Dia sudah bisa mengatasi semuanya).

Dia pernah menjadikanku human diary-nya. Dia menemaniku di masa kelamku, mulai dari meninggalnya dosen pembimbing tesisku sampai selesainya hubungan 4 tahunku bersama mantan kekasih. Dia memang selalu ada. Kapanpun aku butuh, responsnya cukup cepat bahkan dibanding aku sendiri. Tapi suatu hari, aku pernah menginvalidasi perasaannya dan dia merasa bahwa aku telah membuatnya amat sakit. Perubahan-perubahan pun mulai terjadi.

Karena aku yang lebih banyak meminta saran, sejak awal kenal ia hanya menganggapku sebagai klien.

Emang pada dasarnya lo nggak pernah nganggap gue sebagai temen, sih. Gue doang emang yang ngerasa begitu.”

Keuntungan apa sih yang didapat kalau misalnya lu jadi temen gua, La? Apa yang lo mau dapet? Lo mau gua jadi apa? Jadi special friend? Very special friend? Please state your mean.”

Sejak kejadian ini, aku merasa bahwa aku tidak bisa mengaplikasikan definisiku ke semua orang. Cukup aku saja yang mengerti dan merasakannya. Intensitas interaksi yang tercipta tidak menggerakan hati orang itu untuk dapat ingin menjalin pertemanan.

Langsung aku mengingat masa-masa di mana kami amat sangat dekat. Begitu satu orang tidak merasa tidak pernah berteman, maka aku tidak berniat untuk menjadikannya teman juga.

Hubungan pertemanan kita selesai sampai hari itu.

 

#CeritadiFebruariKe4

Comments

Popular posts from this blog

Bukti-bukti Itachi dan Sasuke Saling Menyayangi

Perkenalkan, bencana terseram seumur hidup

Kurcaci-kurcaci HI-C