Posts

Showing posts from July, 2012

a Silent Love (Part V)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :) Aku datang 30 menit lebih awal dari anak-anak yang lain, sesuai permintaan Miss. Metta. Ruang musik terasa sepi. Tidak ada penghuni lain selain diriku. Ardi pun belum terlihat batang hidungnya. Kemana dia? Apa dia menerapkan kebiasaan-datang-telat-karena-malas-menunggunya yang sempat ia beritahukan padaku? Sepertinya tidak, ini sudah perintah Miss. Metta. Aku yakin dia tidak akan melakukan itu untuk kali ini. Untuk menghabiskan waktu menunggu Miss. Metta datang, aku kembali mengulang lagu Ballad Pour Adeline dan memainkannya dengan lebih memerhatikan dinamika.                 “Kalau boleh kasih saran lebih baik di bagian ini kamu gunakan pianissimo. Agar lebih tersentuh. Itu menurutku. Tadi kau kurang lembut memainkannya.” Mengapa dia selalu ada secara tiba-tiba dan keberadaannya sangat mengagetkan? Refleks aku memberhentikan permainanku dan melirik Ardi yang sudah berdiri disampingku sambil menggemblok biolanya. Jantungku

a Silent Love (part IV)

Cerita sebelumnya bisa di baca di   Continued Story   :) Kita mendapatkan partitur yang sama persis.                 Aku membeku. Tidak tahu harus berbicara apa. Begitu pula dengan Ardi yang memilih untuk tidak bersuara. Kami terdiam untuk beberapa saat. Apa selama ini yang selalu ku pikirkan memang benar? Apa Ardi memang benar-benar partner -ku berduet nanti? Ah, pikiranku kacau. Hanya kalimat-kalimat itu yang hilir-mudik di otakku. Kemungkinannya sudah sangat besar. Kami sudah memiliki partitur yang sama persis. Apa masih kurang bukti lagi untuk membuktikan kalau Ardi menjadi partner -ku nanti?                 Aku tidak bisa membaca tatapan Ardi yang tidak sengaja tertangkap beberapa detik tadi. Kami berpandangan dalam jarak yang bisa dibilang dekat. Aku memilih menyerah, mengalihkan pandanganku dahulu sebelum adegan ini terlalu lama berlangsung. Mata coklatnya seakan bisa menyihirku untuk tidak berpaling darinya. Namun, rasa maluku lebih kuat melawan sihir mata coklatnya. Ardi

Waiting? I do.

Hi, readers! I really want to tell something to you! So why I choose ‘that words’ to be the title on this post. I really really really really really happy when I got a text that said you blablablablablablabla with me. Ok, I show you! I asked him, ‘what the difference of won’t be with me and just want to be alone?’ He said, ‘it’s different. If I just want to be alone, I can be with you again.’ You know what was my reaction when I read that text? I FEEL LIKE GOD VERY UNDERSTAND ME!!!!!! I BELIEVE THAT! Because it’s my wish. I wish that he would be back with me. I wish we could be together again. And, now… I’m waiting for the exact time to get those back J I can learn from this. ‘We don’t have to believe what people say today, but we have to believe what will happen after the people said.’ J NB: wait for the next story ‘bout it. Ok? ;-)

a Silent Love (part III)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :) Aku yakin tanpa diperjelas pun Ayah sudah bisa membaca pikiranku. Jadi, aku tidak perlu menyiapkan jawaban yang pas untuk menjawab apa yang akan Ayah tanyakan selanjutnya. Ayah memang Ayah yang pengertian. Aku menunduk. Tanpa sadar seulas senyum sudah terbentuk di balik rambut yang menutupi wajahku. *                 Ruang musik terlihat sepi hari ini. Hanya ada group vokal, aku, dan pemain gitar akustik yang sedang latihan menjadi backsound drama musikal. Sudah sekitar 20 menit aku membiarkan jemariku bermain di atas tuts-tuts piano yang menjalar indah. Aku sudah berlatih beberapa kali lagu Ballad Pour Adeline sedari tadi. Begitu juga memainkan lagu-lagu lainnya yang membuatku merasa nyaman. Di saat-saat seperti ini aku sangat membutuhkan Fani untuk menghiburku. Aku benci situasi yang membosankan.                 Group vokal tidak kunjung selesai berlatih sampai sekarang. Dan sudah 30 menit aku menunggu disini,

a Silent Love (part II)

Cerita sebelumnya bisa dilihat di label continued story :) Wajahku memanas, keringat bercucuran deras, dan degup jantung yang berdebar sangat cepat. Seperti inikah reaksi setiap orang yang menghadapi seseorang yang mereka cintai? Sangat berlebihan ternyata.                 Aku menghentikan permainanku dan membalikkan badan, “oke. Terima kasih. Untuk konser amal minggu depan juga?”                 “Entahlah. Dia tidak berkata begitu. Aku hanya di suruh memberikannya padamu.” Wajahnya datar. Begitu pula nada bicaranya. Aku bagai di sengat listrik beribu-ribu volt begitu pandanganku bertemu dengan pandangannya, sedekat ini. Mata coklatnya, membuatku sulit untuk memalingkan pandanganku ke arah lain. Untungnya saraf sensoriknya berkontraksi dengan baik, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Rasanya ingin sekali tersenyum.                              “Ya sudah. Terima kasih.” Aku memutuskan untuk membalikkan badanku dan meletakkan partitur baru itu di depanku.

a Silent Love

Aku memandangi sosok yang berada di depanku yang sedang sibuk memainkan biola dan membolak-balik partitur yang berada di depannya. Jaraknya dengan jarakku… hanya berkisar 10 meter. Aku hanya bisa memandang, karena inilah hal yang akan dilakukan kebanyakan wanita apabila mereka tidak bisa mengutarakannya dengan kata-kata. Terdiam dan hanya memandang. Mau tidak mau aku harus tetap konsentrasi pada partitur yang Miss. Metta berikan untuk konser amal minggu depan. Tidak butuh waktu lama untuk mencerna partitur itu, aku sudah terbiasa membaca not-not indah pada partitur sejak usiaku masih menginjak 5 tahun.                 “Ya ampun. Lagi-lagi kau memerhatikannya.” Fani mengagetkanku. Tiba-tiba sosoknya sudah berada di sampingku dan mengambil partitur yang sedang ku pelajari.                 “Entah mengapa sosoknya mengagumkan.” Aku tersenyum dan memainkan beberapa bar dari partitur yang sedang ku pelajari. Bagian yang ku sukai di lagu ini, ku mainkan berulang-ulang.