Posts

a Silent Love (part VII)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :)         “Senaaaaaang rasanya. Konser amal semakin dekat. Kita hanya memiliki dua hari terakhir untuk berlatih. Aku ingin mengakhiri latihan yang menyiksa ini.” Fani memelukku sangat erat sampai aku susah bernafas. Kalau Fani ingin cepat-cepat mengakhiri latihan rutin ini, mengapa aku masih ingin berlatih terus dengan Al yang sangat menyenangkan itu? Rasanya ingin sekali terus berlatih bersama Al. Bercanda mengenai beberapa hal yang dengan mudahnya membuatku tertawa, beradu pendapat mengenai musik klasik era Mozart, membahas lagu-lagu klasik yang paling kami sukai, dan masih banyak lagi. “Entah mengapa aku masih ingin latihan rutin seperti ini, Fan. Sayang sekali sudah H-2. Tidak terasa, ya.” Aku memandang ke sekeliling ruangan musik ini. Semua orang sangat sibuk dengan persiapan mereka masing-masing, tidak dengan aku dan Fani yang mencuri waktu untuk berbincang sebentar.        “Ha...

Ribeut's Words

Di postingan gue kali ini, gue bakal menceritakan salah satu kisah dari temen gue yang entah dapat inspirasi darimana dia bisa ngomong kaya gitu. Gue aja kaget begitu denger dia ngomong kaya gitu. Bisa-bisanya loh -_- tapi ini bisa di contoh kok buat kita-kita (khususnya para perempuan) yang biasanya terkenal lemah. Biasanya ga berarti semuanya yaaaaa. Jadi, begini ceritanya. Gue mau sholat Ashar sama Ribeut sama Ucha. Kita habis ngeliat Diena yang galaunya bener-bener galau tingkat nasional karena.... (privasi. Gue ga bisa sebutin). Otomatis sepanjang jalan gue sama mereka berdua ngomongin masalah ini. Begitu sholat selesai, karena kita cewek-cewek dan hobi sekali menggosip, akhirnya Ribeut buka suara dan menceritakan apa yang pernah dia alami. Yang tidak disadari membuat gue dan Ucha kaget setengah mati. “Gue dulu juga pernah kaya gitu. Cuma gue diputusin sepihak. Si mantan udah bilang putus sama gue ke orang-orang sedangkan gue ga belum dibilangin. Nyesek ga sih??!!!” Gue dan U...

Persembahan Terakhirku Untuk Pak Anda

Teruntuk Bapak Satpam yang pengorbanannya tak lekang oleh waktu. Pak, ini saya Zsahwa Maula. Saya murid di SMA tempat Bapak bekerja. Mungkin Bapak tidak mengenal saya, tapi saya hafal betul apabila ada seseorang yang bertanya mengenai ciri-ciri Bapak. Mengenal saya atau tidak, itu tidak penting. Selagi Bapak masih tersenyum setiap pagi dan sepulang sekolah, saya sudah sangat senang. Pak, bagaimana caranya agar saya bisa tersenyum ikhlas seperti Bapak? Apa syaratnya, Pak? Ah, saya tahu. Hanya Bapak yang memiliki senyum tulus yang selalu Bapak keluarkan apabila bertemu seluruh murid SMA. Apalagi mata sipit Bapak yang ikut mengatup apabila Bapak tersenyum. Itu yang selalu saya ingat, Pak. Yang sama sekali tidak bisa dilupakan setiap kali saya mendengar nama Bapak. Pak, setiap kali saya melihat Bapak, Bapak selalu memasang wajah ceria. Setahun lebih saya bersekolah di sana, saya tidak pernah melihat raut wajah Bapak yang sedang memendam amarah. Tidak pernah. Apa Bapak tidak pernah m...

a Silent Love (part VI)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :) “Lana, Ardi, perkenalkan. Ini Alfario dan Elline. Mereka biasa dipanggil Al dan El. Mereka dari sanggar musik yang bekerja sama dengan sekolah kita untuk menggelar konser amal. Lana, kau akan berduet dengan Al. Dan kau, Ardi, akan berduet dengan El. Ayo, kalian bisa latihan sekarang.” Miss. Metta memperkenalkanku dengan dua orang yang ternyata menjadi pasangan duetku dan Ardi. Ternyata selama ini benar, perasaanku yang belum sepenuhnya percaya kalau Ardi yang akan menjadi pasanganku nanti. Dan benar saja, aku memang tidak berduet dengan Ardi. Aku akan berduet dengan Al. Aku tidak tahu siapa Al, apalagi mengenalnya. Mungkin pada latihan pertama nanti, aku akan mengetahui seperti apa sosok Al nanti.                 Aku mengajak Al menuju piano. Aku tidak banyak bicara, begitu pula dengan Al. Ini hari pertama, mungkin saja Al belum menunjukkan sosok aslin...

a Silent Love (Part V)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :) Aku datang 30 menit lebih awal dari anak-anak yang lain, sesuai permintaan Miss. Metta. Ruang musik terasa sepi. Tidak ada penghuni lain selain diriku. Ardi pun belum terlihat batang hidungnya. Kemana dia? Apa dia menerapkan kebiasaan-datang-telat-karena-malas-menunggunya yang sempat ia beritahukan padaku? Sepertinya tidak, ini sudah perintah Miss. Metta. Aku yakin dia tidak akan melakukan itu untuk kali ini. Untuk menghabiskan waktu menunggu Miss. Metta datang, aku kembali mengulang lagu Ballad Pour Adeline dan memainkannya dengan lebih memerhatikan dinamika.                 “Kalau boleh kasih saran lebih baik di bagian ini kamu gunakan pianissimo. Agar lebih tersentuh. Itu menurutku. Tadi kau kurang lembut memainkannya.” Mengapa dia selalu ada secara tiba-tiba dan keberadaannya sangat mengagetkan? Refleks aku memberhentikan permainanku dan melirik ...

a Silent Love (part IV)

Cerita sebelumnya bisa di baca di   Continued Story   :) Kita mendapatkan partitur yang sama persis.                 Aku membeku. Tidak tahu harus berbicara apa. Begitu pula dengan Ardi yang memilih untuk tidak bersuara. Kami terdiam untuk beberapa saat. Apa selama ini yang selalu ku pikirkan memang benar? Apa Ardi memang benar-benar partner -ku berduet nanti? Ah, pikiranku kacau. Hanya kalimat-kalimat itu yang hilir-mudik di otakku. Kemungkinannya sudah sangat besar. Kami sudah memiliki partitur yang sama persis. Apa masih kurang bukti lagi untuk membuktikan kalau Ardi menjadi partner -ku nanti?                 Aku tidak bisa membaca tatapan Ardi yang tidak sengaja tertangkap beberapa detik tadi. Kami berpandangan dalam jarak yang bisa dibilang dekat. Aku memilih menyerah, mengalihkan pandanganku dahulu sebelum adegan ini ...

Waiting? I do.

Hi, readers! I really want to tell something to you! So why I choose ‘that words’ to be the title on this post. I really really really really really happy when I got a text that said you blablablablablablabla with me. Ok, I show you! I asked him, ‘what the difference of won’t be with me and just want to be alone?’ He said, ‘it’s different. If I just want to be alone, I can be with you again.’ You know what was my reaction when I read that text? I FEEL LIKE GOD VERY UNDERSTAND ME!!!!!! I BELIEVE THAT! Because it’s my wish. I wish that he would be back with me. I wish we could be together again. And, now… I’m waiting for the exact time to get those back J I can learn from this. ‘We don’t have to believe what people say today, but we have to believe what will happen after the people said.’ J NB: wait for the next story ‘bout it. Ok? ;-)

a Silent Love (part III)

Cerita sebelumnya bisa di baca di Continued Story :) Aku yakin tanpa diperjelas pun Ayah sudah bisa membaca pikiranku. Jadi, aku tidak perlu menyiapkan jawaban yang pas untuk menjawab apa yang akan Ayah tanyakan selanjutnya. Ayah memang Ayah yang pengertian. Aku menunduk. Tanpa sadar seulas senyum sudah terbentuk di balik rambut yang menutupi wajahku. *                 Ruang musik terlihat sepi hari ini. Hanya ada group vokal, aku, dan pemain gitar akustik yang sedang latihan menjadi backsound drama musikal. Sudah sekitar 20 menit aku membiarkan jemariku bermain di atas tuts-tuts piano yang menjalar indah. Aku sudah berlatih beberapa kali lagu Ballad Pour Adeline sedari tadi. Begitu juga memainkan lagu-lagu lainnya yang membuatku merasa nyaman. Di saat-saat seperti ini aku sangat membutuhkan Fani untuk menghiburku. Aku benci situasi yang membosankan.        ...

a Silent Love (part II)

Cerita sebelumnya bisa dilihat di label continued story :) Wajahku memanas, keringat bercucuran deras, dan degup jantung yang berdebar sangat cepat. Seperti inikah reaksi setiap orang yang menghadapi seseorang yang mereka cintai? Sangat berlebihan ternyata.                 Aku menghentikan permainanku dan membalikkan badan, “oke. Terima kasih. Untuk konser amal minggu depan juga?”                 “Entahlah. Dia tidak berkata begitu. Aku hanya di suruh memberikannya padamu.” Wajahnya datar. Begitu pula nada bicaranya. Aku bagai di sengat listrik beribu-ribu volt begitu pandanganku bertemu dengan pandangannya, sedekat ini. Mata coklatnya, membuatku sulit untuk memalingkan pandanganku ke arah lain. Untungnya saraf sensoriknya berkontraksi dengan baik, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Rasanya ingin sekali ters...

a Silent Love

Aku memandangi sosok yang berada di depanku yang sedang sibuk memainkan biola dan membolak-balik partitur yang berada di depannya. Jaraknya dengan jarakku… hanya berkisar 10 meter. Aku hanya bisa memandang, karena inilah hal yang akan dilakukan kebanyakan wanita apabila mereka tidak bisa mengutarakannya dengan kata-kata. Terdiam dan hanya memandang. Mau tidak mau aku harus tetap konsentrasi pada partitur yang Miss. Metta berikan untuk konser amal minggu depan. Tidak butuh waktu lama untuk mencerna partitur itu, aku sudah terbiasa membaca not-not indah pada partitur sejak usiaku masih menginjak 5 tahun.                 “Ya ampun. Lagi-lagi kau memerhatikannya.” Fani mengagetkanku. Tiba-tiba sosoknya sudah berada di sampingku dan mengambil partitur yang sedang ku pelajari.                 “Entah mengapa sosoknya mengagumkan.” Aku ters...